Rumah Gadang
Para nenek moyang orang Minang ternyata berpikiran futuristik alias
jauh maju melampaui zamannya dalam membangun Rumah. Konstruksi Rumah
Gadang ternyata telah dirancang untuk menahan gempuran gempa bumi.
Rumah Gadang di Sumatera Barat membuktikan ketangguhan rekayasa
konstruksi yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi
guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 skala richter.
Bentuk Rumah Gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima
guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan
terdistribusi ke semua bagian bangunan.
Rumah Gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa
pasak sebagai sambungan yang membuat bangunan memiliki sifat sangat
lentur.
Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi.
Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah,
sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran gempa
bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti
gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut
Darmansyah, ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam,
Sumatera Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan Rumah
Gadang jauh lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang
ada di dunia pada zamannya.
Rumah
Gadang merupakan rumah tradisional hasil kebudayaan suku Minangkabau
yang hidup di daerah Bukit Barisan di sepanjang pantai barat Pulau
Sumatera bagian tengah. Sebagaimana halnya rumah di daerah katulistiwa,
rumah gadang dibangun di atas tiang (panggung), mempunyai kolong yang
tinggi. Atapnya yang lancip merupakan arsitektur yang khas yang
membedakannya dengan bangunan suku bangsa lain di daerah garis
katulistiwa itu.
Sebagai suatu kreatifitas kebudayaan suku
bangsa, ia dinyatakan dengan rasa bangga, dengan bahasa yang liris,
serta metafora yang indah dan kaya. Juga ia diucapkan dengan gaya yang
beralun pada pidato dalam situasi yang tepat.
Bunyinya ialah sebagai berikut :
Rumah gadang sambilan ruang,
salanja kudo balari, sapakiak budak maimbau,
sajariah kubin malayang.
Gonjongnyo rabuang mambasuik,
antiang-antiangnyo disemba alang.
Parabuangnyo si ula gerang,
batatah timah putiah,
barasuak tareh limpato,
Cucurannyo alang babega,
saga tasusun bak bada mudiak.
Parannyo si ula gerang batata aia ameh,
salo-manyalo aia perak.
Jariaunyo puyuah balari,
indah sungguah dipandang mato,
tagamba dalam sanubari.
Dindiang ari dilanja paneh.
Tiang panjang si maharajo lelo,
tiang pangiriang mantari dalapan,
tiang dalapan, tiang tapi panagua jamu,
tiang dalam puti bakabuang.
Ukiran tonggak jadi ukuran,
batatah aia ameh,
disapuah jo tanah kawi,
kamilau mato mamandang.
Dama tirih bintang kemarau.
Batu tala pakan camin talayang.
Cibuak mariau baru sudah.
Pananjua parian bapantua.
Halaman kasiak tabantang,
pasia lumek bagai ditintiang.
Pakarangan bapaga hiduik,
pudiang ameh paga lua,
pudiang perak paga dalam,
batang kamuniang pautan kudo,
Lasuangnyo batu balariak,
alunyo linpato bulek,
limau manih sandarannyo.
Gadih manumbuak jolong gadang,
ayam mancangkua jolong turun,
lah kanyang baru disiuahkan,
Jo panggalan sirantiah dolai,
ujuangnyo dibari bajambua suto.
Ado pulo bakolam ikan,
aianyo bagai mato kuciang,
lumpua tido lumuikpun tido,
ikan sapek babayangan,
ikan gariang jinak-jinak,
ikan puyu barandai ameh.
Rangkiangnyo tujuah sajaja,
di tangah si tinjau lauik,
panjapuik dagang lalu,
paninjau pancalang masuak,
di kanan si bayau bayau,
lumbuang makan patang pagi,
di kiri si tangguang lapa,
tampek si miskin salang tenggang,
panolong urang kampuang
di musim lapa gantuang tungku,
lumbuang Kaciak salo nanyalo,
tampek manyimpan padi abuan. Artinya :
Rumah gadang sembilan ruang,
sejajar kuda berlari,
sepekik budak memanggil,
sepuas limpato makan,
sejerih kubin melayang.
Gonjongnya bambu membersit,
anting-anting disambar elang.
Perabungnya si ular gerang,
bertatah timah putih,
berasuk teras limpato.
Cucurannya elang berbegar,
sagar tersusun bagai badar mudik.
Parannya bak si bianglala,
bertatah air emas,
sela-menyela air perak.
Jeriaunya puyuh berlari,
indah sungguh dipandang mata,
tergambar dalam sanubari.
Dinding ari dilanjar panas.
Tiang panjang si maharajalela,
tiang pengiring menteri delapan,
tiang tepi penegur tamu,
tiang dalam putri berkabung.
Ukiran tonggak jadi ukuran,
bertatah air emas,
disepuh dengan tanah kawi,
kemilau mata memandang.
Damar tiris bintang kemarau.
Batu telapakan cermin terlayang,
Cibuk meriau baru sudah,
penanjur perian ber pantul.
Halaman kersik terbentang,
pasir lumat bagai ditinting.
Pekarangan berpagar hidup,
puding emas pagar luar,
puding merah pagar dalam.
Pohon kemuning pautan kuda.
Lesungnya batu berlari,
alunya limpato bulat.
Limau manis sandarannya.
Gadis menumbuk jolong gadang,
ayam mencangkur jolong turun,
sudah kenyang baru dihalaukan,
dengan galah sirantih dolai,
ujungnya diberi berjambul sutera.
Ada pula kolam ikan,
airnya bagai mata kucing,
berlumpur tidak berlumut pun tidak,
ikan sepat berlayangan,
ikan garing jinak-jinak,
ikan puyu beradai emas.
Rangkiangnya tujuh sejajar,
di tengah sitinjau laut,
penjemput dagang lalu,
peninjau pencalang masuk,
di kanan si bayau-bayau,
lumbung makan petang pagi,
di kiri si tanggung lapar,
tempat si miskin selang tenggang,
penolong orang kampung,
di musim lapar gantung tungku,
lumbung kecil sela-menyela,
tempat menyimpan padi abuan.
ARSITEKTURMasyarakat
Minangkabau sebagai suku bangsa yang nenganut falsafah “alam takambang
jadi guru”, mereka menyelaraskan kehidupan pada susunan alam yang
harmonis tetapi juga dinamis, sehingga kehidupannya menganut teori
dialektis, yang mereka sebut “bakarano bakajadian” (bersebab dan
berakibat) yang menimbulkan berbagai pertentangan dan keseimbangan. Buah
karyanya yang menumental seperti rumah gadang itu pun mengandung
rumusan falsafah itu.
BENTUK DASARNYARumah gadang
itu persegi empat yang tidak simetris yang mengembang ke atas. Atapnya
melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau, sedangkan lengkung badan
rumah Iandai seperti badan kapal. Bentuk badan rumah gadang yang segi
empat yang membesar ke atas (trapesium terbalik) sisinya melengkung
kedalam atau rendah di bagian tengah, secara estetika merupakan
komposisi yang dinamis.
Jika dilihat pula dari sebelah sisi
bangunan (penampang), maka segi empat yang membesar ke atas ditutup oleh
bentuk segi tiga yang juga sisi segi tiga itu melengkung ke arah dalam,
semuanya membentuk suatu keseimbangan estetika yang sesuai dengan
ajaran hidup mereka.
Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah
alam, garis dan bentuk rumah gadangnya kelihatan serasi dengan bentuk
alam Bukit Barisan yang bagian puncaknya bergaris lengkung yang meninggi
pada bagian tengahnya serta garis lerengnya melengkung dan mengembang
ke bawah dengan bentuk bersegi tiga pula.
Jadi, garis alam Bukit
Barisan dan garis rumah gadang merupakan garis-garis yang berlawanan,
tetapi merupakan komposisi yang harmonis jika dilihat secara estetika.
Jika dilihat dan segi fungsinya, garis-garis rumah gadang menunjukkan
penyesuaian dengan alam tropis. Atapnya yang lancip berguna untuk
membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis itu, sehingga air
hujan yang betapa pun sifat curahannya akan meluncur cepat pada atapnya.
Bangun rumah yang membesar ke atas, yang mereka sebut silek,
membebaskannya dan terpaan tampias. Kolongnya yang tinggi memberikan
hawa yang segar, terutama pada musim panas. Di samping itu rumah gadang
dibangun berjajaran menurut arah mata angin dari utara ke selatan guna
membebaskannya dari panas matahari serta terpaan angin.
Jika
dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu dibangun menurut
syarat-syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang
mengandung nilai-nilai kesatuan, kelarasan, keseimbangan, dan
kesetangkupan dalam keutuhannya yang padu.